Sudut Pandang

Darimana datangnya sudut pandang ini? Mungkin usia, mungkin pengalaman, mungkin kesadaran, mungkin gabungan dari semuanya. Tapi saya tidak sedang ingin mengusut penyebabnya, saya lebih sedang tertarik menegaskan akibatnya. Kenyataan ini tak pernah  berubah.

Sudut pandang saya atas  segala sesuatu ternyata berubah dari waktu ke waktu. Bukan soal istimewa mestinya, karena pasti begitu pula Anda. Tapi perubahan sudut pandang terbaru ini, entah kenapa menarik perhatian saya.

Ini bermula di sebuah perhelatan dengan saya sebagai salah seorang pengisi acaranya. Karena ditempatkan paling akhir, maka saya harus pula menonton seluruh  acara di depan  suka atau terpaksa. Membosankan mestinya karena selain tidak  menarik perhatian  juga berisiko mengancam momentum penampilan saya. Muncul di saat orang-orang sudah lelah dan bosan adalah musibah.

Ada berbagai pidato formal dan membosankan. Ada acara-acara resmi yang tak menarik perhatian. Ada selingan acara hiburan yang sama sekali tidak menghibur karena mutunya serampangan. Pokoknya seluruh isi panggung rasanya hanya berisi kekeliruan. Tetapi betapapaun keliru, jika ia tidak berlama-lama, ia mudah saya maafkan karena sayalah yang berisiko menjadi korban.

Tetapi entah mengapa, malam itu, saya bersikap tenang belaka. Bahkan ketika pemunculan saya nanti, tepat ketika para penonton hendak pergi, sudah saya relakan dalam hati. Terjadilah yang hendak terjadi jika keadaan memang menghendaki. Reaksi ini saya anggap aneh, karena tidak begitulah keadaan saya sebelumnya. Sesuatu yang saya anggap keliru selalu mudah membuat saya terganggu. Apa saja yang ada di panggung, cuma berarti gangguan.

Tetapi malam itu saya menatap seluruh acara dengan rasa iba. Menatap MC yang suaranya tak terdengar karena buruknya tata suara, terlihatlah di mata saya sebagai pihak yang sedang teraniaya. Menatap anak-anak band yang datang paling awal dan pulang akhir, yang terus bernyanyi tanpa peduli apakah lagu-lagunya disukai, mengingatkan saya pada kemalangan nasib dalam film Ratapan Anak Tiri.

Begitulah, ada jenis posisi yang serupa anak tiri, datang tidak melengkapi, pulang tidak disesali. Aneka sambutan resmi itu juga saya tonton dengan santai. Tak peduli apapun isi pidatonya, tetapi mereka adalah pihak yang sedang menjalankan tugas. Melihat orang yang sedang bertugas mengundang rasa hormat saya.

Darimana datangnya sudut pandang ini? Mungkin usia, mungkin pengalaman, mungkin kesadaran, mungkin gabungan dari semuanya. Tapi saya tidak sedang ingin mengusut penyebabnya, saya lebih sedang tertarik menegaskan akibatnya. Kenyataan ini tak pernah  berubah.

Dari dulu dunia panggung ya sama saja keadaannya. Selalu  ada humor yang kurang lucu, selalu ada pidato yang berpanjang-panjang,  selalu  ada mikrofon yang berdenging salah waktu. Hidup juga begitu. Selalu ada orang-orang yang menjengkelkan dan ada orang-orang yang menyenangkan. Keadaan masih tetap seperti sedia kala dan yang berubah tak lebih adalah isi kepala saya.

Jadi mau tegang mau santai, ternyata bukan kenyataan yang harus saya ubah, melainkan cukup isi kepala saya. Mau dunia ini saya  tetap dengan rasa marah, mau saya tatap sebagai anugerah, sangat tergantung sudut pandang yang saya tetapkan. Maka kini, saya sedang berniat mengumpulkan seluruh  modal menyiapkan sebuah sudut pandang baru yang membuat dunia ini terlihat secara lebih menyenangkan. Karena modal itu tidak terletak jauh di sana, tetapi ada di dekat sini saja, di kepala saya.


Prie GS
Budayawan, Motivator, Penulis Buku Best Seller
Supported by LumbungMedia.com. Diberdayakan oleh Blogger.