Bisnis Seperti Naik Sepeda

Kelebihan para wiramuda dengan anak-anak sebaya lainnya adalah memang kami mendapatkan pendidikan yang berwirausaha secara langsung. Saat menginjak usia remaja, kami bahkan dididik tidak seperti anak-anak pada umumnya di luar sana. Sedari awal kami ditempa sedemikian rupa. Kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak efektif pun diubah secara perlahan dengan kegiatan-kegiatan yang positif dan jauh lebih efektif. Bisa dikatakan, saat pendidikan tersebut kami serasa melalui proses rehabilitasi mental.

Pendidikan Wiramuda merupakan perjalanan istimewa dalam hidup kami, di mana jarang bisa ditemukan pendidikan berbasis kewirausahaan juga pendidikan mental seperti ini. dewasa ini, mulai banyak pendidikan-pendidikan kewirausahaan yang bermunculan. Mulai dari pendidikan yang non-formal bahkan hingga pendidikan formal yang meliputi hadirnya kurikulum dan fakultas khusus kewirausahaan dalam sebuah sekolah dan perguruan tinggi.

Pendidikan-pendidikan kewirausahaan semacam ini memang membantu kita yang ingin lebih mendalami dunia entrepreneurship. Diharapkan, melalui pendidikan maupun kurikulum kewirausahaan diharapkan mampu membawa para pemuda untuk lebih peka terhadap keadaan lingkungan. Terlebih lagi kontribusi dunia pendidikan kita yang dinilai masih dalam taraf “bayi” dalam pengembangan bidang kewirausahaan sosial.

Tetapi tentu tak sampai di sini. Kewirausahaan dan keberhasilan berbisnis pun tak bisa diandalkan dari pendidikan itu saja. Bisnis itu tidak ada pelajarannya, tidak ada pendidikannya, dan tidak ada literaturnya. Buktinya, dengan pendidikan-pendidikan tersebut tak menjamin semuanya untuk berhasil menjalankan bisnisnya. Bahkan, bisa dikatakan tak semuanya yang mau terjun langsung membangun sebuah bisnis.

Hal ini sama saja ketika banyak orang yang telah membaca berpuluh-puluh buku motivasi dan mengikuti seminar-seminar motivasi, namun sayangnya mereka tidak begitu saja membangun usaha. Tak banyak di antara mereka yang hanya menyimpan ilmu-ilmu tersebut dalam diri tanpa direalisasikannya. Di sisi lain, mereka terlalu banyak menganalisis dan memikirkan resiko-resiko yang akan terjadi nantinya. Semakin tidak berani mencoba, semakin lambat pula dalam bertindak.

Bisnis sebenarnya tak kurang dari seseorang naik sepeda. Pertama-tama kita hanya bisa memegangnya dan menuntunnya. Baru beberapa saat kemudian kita baru berani menaikinya dan belajar mengendarainya. Proses jatuh-bangun pun tentu tak dapat dihindari. Kita jatuh, tetapi berusaha untuk bangun lagi dan berusaha mengendarainya kembali sampai bisa. Seperti inilah bisnis. Artinya, bisnis tidak hanya sekejap mata, melainkan sebuah proses.


Serena Marga
Wiramuda, Relawan JRU
twitter: @saoriserena
Supported by LumbungMedia.com. Diberdayakan oleh Blogger.