Catatan Kecil Sebuah Pengalaman

Oleh : Harmanto
System dan manajemanen tipe apa sih yang cocok untuk kita di Indonesia?, pertanyaan ini selalu timbul dalam benak saya … sungguh tidak mudah menjawabnya ..
Tulisan saya ini bukan bermaksud untuk menilai mana yang lebih baik melainkan sekedar refreshing saja sambil mengingat apa yang sudah dilakukan dulu .. Awal tahun 80’an muncul istilah TQC yang dengan cepat diadaptasi oleh beberapa perusahaan di Indonesia, terutama Astra, karena walau QC/TQC ini konsepnya dari Amerika [Pakde Deming, bukan Demang lho] tetapi justru Jepang yang menyerap dan menerapkan dalam beberapa perusahaannya, terutama perusahaan otomotif tentunya imbas ke Astra lebih terasa. Di Astra TQC menjadi ATQC dengan tambahan Astra didepannya, prinsipnya sih sama saja, tetap PDCA [Plan Do Check Action] … Kalau pengamatan saya, ATQC bisa sangat baik bila diterapkan untuk suatu pekerjaan yang terukur, misal di engineering, technical, delivery tetapi sangat susah diterapkan di pekerjaan yang banyak ditentukan oleh faktor luar seperti finance dan accounting, ini terlihat dari hasil konvensi TQC biasanya team technical yang sering menjadi juaranya. System ini cocok diterapkan untuk kelompok kerja kecil … kemudian kelainjutan dari TQC ialah Kaizen [continue inprovement]. Gaung TQC menyurut lalu awal tahun 90an muncul BPR [Business Process Re-Engineering], proses end-to-end, wah ini kelihatannya lebih gagah ya … semua dilihat flow nya dari awal sampai akhir, lalu menyederhanakan setiap proses yang terjadi, lalu bikin form dan aturan baru [kalau perlu], nah masalahnya dalam perkembangannya seringkali tiap bagian buat aturan sendiri sesuai “keadaan”, nah ini yang nantinya bisa bikin ruwet suatu alur proses yang sudah terbentuk. Menurut penelitian hanya dibawah 10% dari perusahaan yang menerapkan BPR yang bisa berhasil, itupun diragukan ke efektifitasnya … lalu lenyaplah BPR ditelan jaman. Balance Scorecard pun berkibar untuk menjadi system yang digunakan management dengan melihat Business Strategy, Internal/External factor, Organization dan Technology/Structure … wah makin canggih nih … dengan melihat hubungan tiap bagian dan memasang bobot yang berkaitan disertai target tertentu pasti ini system canggih … nah faktor PEST [Politic, Economy, Social, Technology] ternyata susah dikendalikan di negara ini … sedangkan menentukan bobot juga datanya susah dicari yang pasti terutama data dari market, maklum mencari data market di Indonesia banyak yang dimanipulasi, akhirnya SWOT analysis merupakan cara yang paling gampang hehehehe. Muncul Six Sigma dengan cara militer dan hanya mengijinkan beberapa kesalahan dari sekian juta proses, wah ini hebat banget, mau menerapkannya saja beberapa perusahaan memberikan training seperti tentara, sertifikasinya harganya muahaal fhuiii, ternyata yang sering menjadi contoh perusahaan yang menerapkan Six Sigma yang berhasil malah perusahaan pengantar rantang makan siang di India yang mempekerjakan tenaga lulusan SD hehehheeheee … kok ya sesederhana itu. Makin lama saya makin mumet, akhirnya kembali ke system negeri sendiri dengan keakraban dan keguyuban yang dari dulu sudah membudaya … kembali lagi ke kita apakah bisa dipercaya, kembali lagi ke niat kita berusaha dan kembali lagi seberapa jauh kita dekat dengan pelanggan kita … Belajar dari kehidupan sehari-hari dan perhatian kepada orang lain, belajar dari pengalaman orang serta kunyah dengan pelan pengalaman itu hingga terasa manisnya saat kita terapkan di usaha kita. Ternyata “ KITA TIDAK SENDIRI” masih banyak sedulur yang mau saling membantu.

Tidak ada komentar:

Silahkan isi komentar ...

Supported by LumbungMedia.com. Diberdayakan oleh Blogger.