Sakit Jiwa

PEMILIHAN legislatif (pileg) tinggal beberapa hari lagi. Banyak berita menyebutkan, para calon anggota legislatif (caleg) yang gagal duduk di parlemen berpotensi mengidap gangguan kejiwaan. Sebagai langkah antisipasi, beberapa rumah sakit jiwa di Indonesia sudah mempersiapkan bangsal khusus, menambah ruang rawat inap, tenaga medis, dan obat-obatan untuk mereka.Apakah antisipasi itu mengada-ada? Nampaknya tidak, sebab persaingan untuk menjadi anggota dewan sungguh superketat. Jumlah caleg mencapai jutaan orang, padahal kursi yang tersedia sangat terbatas.

Menurut data, sekitar 11.215 orang memperebutkan 560 kursi DPR dan 1.109 orang bersaing mendapatkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sekitar 112.000 orang bertarung merebut 1.998 kursi di DPRD provinsi, dan 1,5 juta orang bersaing meraih 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota.Persaingan super-ketat bukan hanya karena perbandingan tersebut, melainkan juga karena pileg 9 April 2009 tidak didasarkan pada nomor urut, melainkan suara terbanyak seperti telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Akibatnya, para caleg tidak hanya bersaing menghadapi caleg dari partai lain, melainkan juga menghadapi calon dari partai yang sama.Bukan hanya itu, memperoleh suara terbanyak pun belum menjadi jaminan, karena untuk masuk Senayan, partai sang caleg harus lolos 2,5 persen parliamentary threshold.

Artinya, meskipun seorang caleg memperoleh suara melebihi caleg dari partai lain, tetap tidak akan lolos kalau partainya tidak memperoleh suara di atas ambang batas parlemen. Bukan rahasia lagi, bahwa untuk mencalonkan diri, para caleg harus mengeluarkan banyak uang, mulai dari proses penentuan nomor urut (meskipun kemudian MK memutuskan suara terbanyak), membuat dan memasang poster, spanduk, baliho, foto-foto di pohon, sampai bagi-bagi rupiah dan sembako. Jumlah uang yang harus dikeluarkan bisa puluhan juta, ratusan juta, atau bahkan miliaran rupiah. Bayangkan, kalau uang untuk berbagai keperluan tersebut bukan merupakan ”uang lebih” tetapi diperoleh dari utang. Kalau gagal, maka caleg-caleg itu pasti pusing dan malu. Akibat lebih lanjut, cemas, putus asa, stres, dan depresi, yang merupakan awal gangguan kejiwaan.

***

MENGAPA kegagalan dapat menyebabkan seseorang sakit jiwa? Salah satu faktornya adalah ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan. Seseorang yang sudah memimpikan sesuatu, diikuti dengan ambisi berlebihan, kalau tidak berhasil merealisasikan mimpi-mimpi tersebut, jiwanya akan goyah. Kemungkinan itu akan bertambah lagi, kalau tidak diimbangi dengan penilaian terhadap kapasitas diri secara tepat.

Ironinya, di zaman yang ”over-competition” (meskipun ada pengamat yang mengatakan ”zaman kemitraan”) sekarang ini, lebih banyak orang yang tidak mampu mengenal dirinya sendiri. Inayat Khan dalam Dimensi Spiritual Psikologi (2000) menyebutkan, banyak orang yang tidak sadar adanya dunia di dalam dirinya.Begitu terlenanya orang-orang terhadap dunia yang kasat mata, sehingga sangat jarang mereka berpikir tentang nilai-nilai yang terdapat dalam diri mereka sendiri.

Berbagai hal yang menggoda, menarik perhatian, yang menjadi kepentingan, semua itu dikejar oleh begitu banyak orang, yang akhirnya mereka menjadi terbatasi dan tak sadar akan adanya dunia di dalam dirinya, dan hal itu terus berlangsung tanpa disadari.Keadaan itu masih ditambah lagi dengan kurangnya kekuatan mental untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Salah satu kemungkinan itu adalah kalah dalam persaingan. Karena terlena berbagai hal (fisik) yang menggoda dan menarik perhatian, maka sistem peringatan diri (self warning system) melemah.

Mimpi untuk menjadi seorang yang lebih hebat, lebih terhormat, lebih kaya, dan sejenisnya, dapat mengeliminasi kesadaran terhadap nilai-nilai di dalam dirinya sendiri. Mimpi meraih kemenangan mengalahkan kesadaran bahwa dalam persaingan pasti harus ada yang kalah!

***

DALAM konteks pencalegan, pertanyaan yang layak diajukan adalah, ”apakah motivasi mencalonkan diri?” Panggilan jiwa untuk memperbaiki keadaan, mengisi waktu karena sudah pensiun, semangat untuk memenangkan partai, atau memperbaiki nasib diri sendiri. Para caleg dengan motivasi panggilan jiwa atau sekadar mengisi waktu untuk berbakti di sisa-sisa hidupnya, bisa diasumsikan memiliki kesiapan mental yang cukup; siap menang ñ siap kalah! Biasanya mereka adalah orang-orang yang cukup mapan secara ekonomi dan sosial, sehingga mudah mupus (menyadari kenyataan yang dihadapi).Berbeda dari caleg yang motivasi utamanya adalah memenangkan partai atau memperbaiki nasib diri sendiri.

Biasanya, mereka adalah orang-orang yang penuh ambisi pribadi, sehingga bisa menempuh cara apa pun demi meraih cita-cita. Tingkat kekecewaan, frustrasi, stres, dan depresinya pasti jauh lebih besar daripada caleg dengan panggilan jiwa. Mereka inilah yang secara logika berpotensi terserang sakit jiwa.Kesimpulannya, para caleg memang harus belajar mupus. Mimpi boleh setinggi langit, namun kaki harus tetap berpijak di bumi. (35)



Adi Ekopriyono

Penulis dan Humanis
Supported by LumbungMedia.com. Diberdayakan oleh Blogger.