iLik sAs : Jika Perlu Wirausaha Sosial Disertifikasi!

Melihat keragaman terminologi wirausaha sosial yang bergitu beragam dan hampir semua bentuk kegiatan sosial kini diseragamkan sebutannya sebagai wirausaha sosial, iLik sAs memandang perlu pemikiran ulang untuk mendefinisikan mana saja yang disebut sebagai wirausaha sosial. Jika perlu, wirausaha sosial disertifikasi mana yang layak disebut sebagai wirausaha sosial mana yang tidak. Ini adalah salah satu lontaran argumentatif Founder Jaringan RumahUSAHA pada kegiatan Roadshow Mandiri Bersama Mandiri Challenge di University Club UGM Jogjakarta pada Rabu (8/8) kemarin.

iLik sAs berbicara di hadapan 400 orang peserta yang didominasi oleh mahasiswa dari berbagai fakultas di Universitas Gadjah Mada yang memadati ruangan tersebut. Di depan audiens mahasiswa, iLik memaparkan berbagai fakta fundamental mengenai kewirausahaan yang kini sedang menjadi bahan pembicaraan utama. Dirinya mengulas mengenai gerakan Jaringan RumahUSAHA yang sudah bergerak sejak 16 tahun lalu. Dirinya tidak pernah menyangka jika bentuk kewirausahaan yang dirintis bersama istrinya tersebut kini beranak-pinak menjadi 40-an lebih usaha dengan jumlah pebisnis riil sebanyak 43 orang. Semua hal itu dibangun dari sebuah niat baik. “Saya percaya jika saya melakukan sesuatu, alam akan memberikan “imbalannya” sesuai dengan apa yang saya lakukan hari itu,” tuturnya. Kesemestaan tersebut menjadi hal paling penting bagi siapapun ketika hendak membangun apa saja dalam kehidupan ini. Ketika hal yang direncanakan adalah kebaikan, maka alam akan membalasnya dengan kebaikan pula.

Tampil bersama dengan Direktur Program MM-CSR Universitas Trisakti, Maria R. Nindita Radyati, iLik sAs banyak memberikan contoh riil sebagai implementasi dari presentasi teori yang disampaikan akademisi cantik tersebut. Maria menekankan definisi kewirausahaan sosial yang pada awalnya tidak semata-mata berorientasi pada pencapaian profit semata tetapi menjawab persoalan sosial. Dia mencontohkan beberapa bentuk kewirausahaan sosial menurut konsep tersebut seperti Komunitas Telapak di Konawe Selatan yang dihelat bersama oleh Silverius Oscar Unggul dan A. Ruwindrijarto. Komunitas yang menjawab persoalan pembalakan liar menjadi sebuah “social forestry” tersebut disebut Maria lebih banyak dikenal dan diapresiasi di luar negeri. Dari bidang budaya, Maria mencontohkan Komunitas Hong di Dago Pakar Bandung dan Aliansi Pro Agrobisnis di Pak-pak Bharat, Sumatera Utara dari ranah agrobisnis. iLik menekankan pentingnya pencapaian kesejahteraan pribadi sesuai dengan proporsinya terlebih dulu sebelum kita melakukan pemberdayaan kemasyarakatan. “Ini meminimalisasi kemungkinan kita menunggangi bisnis sosial tersebut untuk kepentingan pribadi,” tandasnya tegas.

Roadshow Mandiri Bersama Mandiri Challenge ini merupakan bagian dari safari sosialisasi 14 kota yang dihelat oleh Bank Mandiri hingga 14 Agustus 2012 mendatang. Jogjakarta merupakan kota keempat yang dikunjungi setelah Banjarmasin, Makassar, dan Lombok. Bank Mandiri menggelar safari sosialisasi ini sebagai bentuk komunikasi program Mandiri Bersama Mandiri Challenge yang merupakan kompetisi inisiatif kewirausahaan sosial berbasis pemberdayaan komunitas. Ini adalah program Wirausaha Mandiri kesekian setelah Wirausaha Muda Mandiri sejak 2007 dan Mandiri Young Technopreneur sejak 2011. Kompetisi ini menjaring berbagai inisiatif dalam dua kategori yaitu kategori inisiatif “start-up” dan kategori inisiatif “semi established”. Kompetisi terbuka hingga 6 September 2012 dan akan diumumkan pemenangnya pada perhelatan HUT Bank Mandiri pada Oktober 2012 mendatang. 
Supported by LumbungMedia.com. Diberdayakan oleh Blogger.