Apa yang Saya Ingini…

Apa yang saya ingini selalu saya dapati. Tepatnya, Tuhan selalu tidak tega untuk tidak memberi. Rasanya bukan cuma saya, tetapi siapa saja saja dari kita, hanya mungkin tidak setiap dari kita benar-benar punya waktu luang untuk sekadar mengingatnya, tak terkecuali saya.

Alam akhirnya bermurah hati. Setelah bertahun-tahun saya belajar mengartun dan mengirim ke media massa, SMA kelas dua adalah saat terindah saya di dalam seni kartun karena itulah kali pertama gambar saya muncul di media massa. Sedang liburan sekolah saat itu dan saya sedang mudik ke desa. Tetapi seorang teman kos, lewat surat, mengabarkan bahwa hari bahagia saya telah tiba. Kenapa? Karena dialah teman yang mengerti seberapa banyak saya berlatih, seberapa banyak saya mengirim gambar dan seberapa besar penolakan redaksi atas gambar-gambar saya. Sahabat saya ini merasakan benar kelelahan saya karenanya ia merasakan benar kegembiraan saya ketika akhirnya saat itu datang juga.

Lewat seni kartun saya menikmati banyak sekali pembelajaran juga kegembiraan. Saya pernah pameran tunggal, sesuatu yang kala itu adalah kesempatan yang tak biasa. Saya pernah diundang keluar negeri, juga kesempatan yang saat itu amat langka, dan saya diterima sebagai kartunis di Suara Merdeka, kesempatan yang kala itu semua kartunis menginginkan. Saya bermimpi dan alam memberi.

Dari kartun saya tertarik menulis. Seni kartun ternyata bukan satu-satunya minat saya karena gairah saya dalam menulis juga sama hebatnya. Karena menjadi penulis adalah keinginan baru saya. Mimpi menulis buku adalah hasrat bergelora karena menulis buku saat itu hanya bisa dilakukan oleh para pribadi yang dianggap tokoh saja. Dengan segenap romantika, terkadang melelahkan, pemberian itu datang juga. Kini tak sadar saya sudah menulis belasan buku. Saya mengingini dan alam memberi.

Bersamaan dengan menulis, hasrat saya bicara di depan publik juga sebuah gairah yang tak bisa saya tolak. Membayangkan siaran radio, berbicara di seminar, bicara di televisi adalah kegembiraan yang saya bayangkan sejak lama. Saya bermimpi dan alam memberi. Apakah cuma ini? Tidak. Banyak sekali yang saya impikan termasuk memiliki rumah sendiri. Ini sungguh mimpi yang berat dalam hidup saya karena sejak kecil tempat tinggal saya hanya berkisar tiga jenis saja: mondok, ngontrak dan kos.

Rumah adalah soal yang tak terbayangkan karena menatap ke segenap jurusan isinya seperti hanya kemiskinan dan keterbatasan. Tetapi saya mengingini dan alam lagi-lagi memberi. Begitu juga dengan istri dan anak-anak. Jangan dikira bahkan laku kawin pun saya dulu percaya diri. Saya amat merindukan ada perempuan yang mau saya jadikan istri karena rasa rendah diri saya yang parah. Dan lagi-lagi alam memberi. Hidup ini terlalu banyak memberi, tetapi yang jauh lebih kita ingat adalah soal-soal yang belum kita dapati.


Prie GS
Budayawan, Motivator, Penulis Buku Best Seller
Tinggal di Semarang
Supported by LumbungMedia.com. Diberdayakan oleh Blogger.