DARI SAFARI KLASTER SAPI POTONG & PERAH BINAAN BANK INDONESIA
Sapi : Dari Biogas hingga Pupuk Alfafa

Pada Selasa (25/2) yang lalu, Jaringan RumahUSAHA mendapat undangan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah V untuk mengikuti kegiatan safari pendampingan di klaster sapi potong dan sapi perah. Klaster ini tersebar di 6 lokasi di Kabupaten Semarang. Relawan Agung Sulistiarto menurunkan laporan untuk Anda.

Pernahkah Anda membayangkan jika di pelosok desa di kaki gunung Merbabu yang jauh dari keramaian dapat melepaskan ketergantungan dari LPG bersubsidi? Hal itu nyata bagi kelompok-kelompok tani ternak yang berada di bawah pembinaan Kantor Perwakilan Wilayah V Bank Indonesia. Mereka berkesempatan mendapatkan bantuan kandang komunal, fasilitasi intermediasi perbankan, pembangunan sarana digester biogas, hingga pendampingan manajerial. Dari mana datangnya pengganti sumber bahan baku domestik tersebut? Jawabnya sederhana. Biogas yang bersumber dari fermentasi feses sapi. Dengan biogas itulah para anggota kelompok tani tersebut sudah mulai berangsur melepaskan ketergantungan dari LPG bersubsidi bahkan dengan kualitas kalori yang lebih baik.

Perjalanan mendapatkan sumber energi yang terbarukan ini bukanlah perjalanan yang sederhana. Kelompok tani ternak ini menjalani sebuah revolusi cara berpikir yang mungkin sebelumnya tidak pernah terbersit. Mereka harus memindahkan paradigma beternak mandiri menjadi beternak dengan model komunal. Ya, bila kebanyakan peternak mengembangkan sapinya sendiri-sendiri, Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) "memaksa" mereka untuk membangun kandang komunal. Kandang komunal ini merupakan kandang bersama yang pengelolaannya di bawah kelompok tani. Kepemilikan sapi juga diatur sedemikian rupa tidak milik individual tetapi merupakan milik bersama. Mereka memanfaatkan skim Kredit Ketahanan Pangan & Energi (KKPE) BRI dengan jangka waktu 3 tahun dengan suku bunga yang relatif bersahabat. Melalui cara inilah, mereka memiliki tanggung jawab bersama baik untuk mencarikan pakan, membersihkan kandang, dan merawat sapi.

Rombongan meninjau implementasi model manajemen klaster ini di 5 lokasi. Rombongan meninjau 3 kelompok tani ternak yang mendapatkan bantuan kandang komunal dan skim KKPE BRI, sebuah lokasi pertanian terpadu organik di Desa Asinan, Kecamatan Bawen, sebuah lokasi penjualan yang terintegrasi dengan manajemen klaster, dan sebuah lokasi unit pendinginan susu di Kecamatan Getasan. Salah satu kelompok tani ternak yang ditinjau yaitu Kelompok Tani Ternak Bangun Rejo di Desa Polosiri, Kecamatan Bawen menarik untuk diulas karena telah memiliki inisiatif untuk menjalankan proses pembibitan sapi mandiri melalui kandang terbuka perkawinan yang mereka miliki. Kelompok ini menjadi langganan juara karena pola manajemen yang sudah menerapkan model terpadu dan integrasi secara mandiri.

Sebagai sebuah implementasi model manajemen klaster, kelompok tani ternak ini kemudian menjual ke Villa Sapi, sebuah lokasi penjualan yang dikelola oleh Sarjana Membangun Desa yang menjadi pendamping mereka. Adalah Eko Dodi yang menggagasnya dan mendampingi kelompok tersebut termasuk Villa Sapi ini. "Villa Sapi didirikan sebagai final dari modela manajemen klaster sekaligus memberikan kemanfaatan yang lebih besar kepada petani dalam tata niaga sapi potong," tuturnya di hadapan Marlison Hakim, Deputi Kepala Perwakilan Wilayah V Bank Indonesia yang menjadi ketua rombongan. Villa Sapi menerapkan model penjualan dengan sistem bagi hasil yang memberikan petani nilai tambah ketika harga naik dan meminimalisasi kerugian ketika harga jatuh. Villa Sapi saat ini telah bekerjasama untuk memasok PT Agrisatwa dan Bakso Sehat Bakso Atom.

Bukan hanya itu saja, inovasi yang dilakukan oleh Tim Pemberdayaan Sektor Riil & UMKM Kantor Perwakilan Wilayah BI Semarang kini telah menyentuh ke bagaimana memandirikan petani untuk menyediakan pakan berkualitas tinggi dengan mandiri. Pakan tersebut berasal dari rumput Alfafa yang dikembangkan langsung dengan pendampingan dari pakar rumput Alfafa, Nugroho Widiasmadi. Kelebihan dari pakan yang diperkaya dengan rumput ini adalah konsentrasi proteinnya yang tinggi, hasil akhir feses yang tidak berbau menyengat, dan biaya produksi yang sangat murah. Pupuk padatan yang bersumber dari kotoran sapi juga menjadi simpul utama pertanian organik yang dikembangkan di 8 Ha lahan kas desa di Asinan, Bawen. Melalui model ini diharapkan akan ada sebuah model contoh bagi implementasi pertanian organik terpadu yang saling mendukung pertanian-peternakan. Inilah upaya keras dari Bank Indonesia untuk menginspirasi lebih banyak petani di Indonesia menjadi berdaya dan berhasil. Semoga!
Supported by LumbungMedia.com. Diberdayakan oleh Blogger.